Jumat, 10 Juni 2016

Cerita Horor Yang Tak Perlu di Baca

--

"Mas purno?"
Ada suara wanita yang memanggilku. Segera aku menoleh, aku cari dimana suara itu berasal. Setelah aku cari, ternyata tak ada seorang pun dibelakang sana. Lalu siapa yang memanggilku???

-

Jam 8 malam, aku masih dijalanan agak jauh dari rumah. Hari ini bakso bakar ku tidak terjual habis. Entah lah mungkin karna hari ini sedang panas atau memang mereka yang tak punya uang untuk membeli. Padahal biasanya tidak sampai sore bakso bakar ku habis terjual.

"Mas Purno? Orang dipanggil kok diem aja, gak mau bakso bakarnya dibeli yah?" Seketika aku terkejut. Aku langsung lompat ketakutan sambil membaca ayat-ayat Al-qur'an sebisa ku. Namun suara itu masih terdengar. "Mas Purno, kamu ini kenapa loh, ini aku Jumi. Mas kira aku hantu?"

Aku langsung terdiam, perlahan ku buka mataku. “Astagfirullah Jumi, mas kira siapa. Kamu yang manggil mas tadi?"
“Ya iya lah mas siapa lagi, tapi mas purno nya malah diam terus pergi. Emang Jumi gak boleh beli bakso bakarnya ya?"
“Ehh bukan gitu, tadi setelah kamu manggil, mas langsung noleh, tapi kamunya gak ada jum??"
“Loh Jumi ada kok mas, mas nya aja yang gak liat. Udah ahh, cepet bakar baksonya, Jumi mau beli. Jumi buru buru nih suruh pulang."

Aku memberikan bakso bakar kepada Jumi, dan Jumi pun memberikan uang pada ku sebesar 50 ribu. Sedangkan Jumi hanya membeli 10 ribu saja. Namun saat aku ingin mengembalikan sisa uangnya, Jumi sudah tidak ada di tempatnya. ????

-

“Sebenarnya aku suka sama kamu. Mau nggak jadi…”
“Pacar kamu? Maaf, kamu terlalu baik buat aku…”

Di tengah perjalanan pulang, aku mendapati percakapan lembut dan aneh di balik semak-semak belakang rumah Wak Ihsan. Aku pun memutuskan untuk mengintip mereka. Itu Dodit dan Raisa. Memang, setahuku Dodit sudah tergila-gila dari dulu kepada Raisa. Ini dia yang buat aku juga kesal. Kenapa mesti cowok yang duluan nembak cewek? Bukannya sudah ada emansipasi wanita? atau jangan-jangan emang dulu R.A. Kartini membuat pengecualian terhadap tembak-menembak ini? Aku tidak setuju. Mungkin aku harus berdemo seorang diri di depan gedung MPR demi memperjuangkan pikiranku ini. Lihat saja nanti, jika aku sudah jadi presiden, aku akan membuat undang-undang bahwa perempuan yang harus menembak duluan. Agar perempuan tahu sakit hatinya lelaki ketika ditolak seperti Dodit ini.

“Ya sudah, tapi boleh nggak aku cium?”
“Boleh, kok…”

What the ffff?! Apa-apaan ini?! Bukankah Raisa sudah menolak Dodit? Tapi kenapa ia mau dicium Dodit? Gawat, sebagai calon Ustadz, aku harus menghentikan niat zinah mereka.

“Hentikaaaaaaan!!!”
“Purno? Kamu mengintip kami dari tadi?”
“Ya! Kalian tidak boleh berciuman sebelum menikah!”
“Kamu gila?! Aku hanya ingin mencium sambal terasi buatan Raisa ini!”
“Terasi?! Jadi, kenapa kalian berjumpa di semak-semak?”
“Aku yang mendatangi Dodit ke sini karena ingin memberikan terasi ini. Karena kalau malam, kan ia suka mencari jangkrik…”

-

Usai sudah. Betapa malunya aku perihal tadi. Lebih baik aku langsung pulang saja tanpa menyibuki orang lain. Sepertinya mencoba untuk tidak peduli lebih baik.

“Mbak iyem, Nyayur apa malam ini?”
“Ini, aku nyayur iwak asen!”
“Wah, sedep toh!”

Lagi-lagi aku mendengar percakapan aneh antara Bik Iyem dengan Bik Warsih. Mereka berdiri di pelataran rumah mereka masing-masing seperti ingin bersiap untuk menggosip malam. Ini dia yang aku juga kesal. Orang-orang di sini menganggap ikan adalah sayur, daging ayam adalah daging ikan. Sering aku dengar percakapan seperti ini:

“Nduk, kamu suka ikan ayam?”
“Suka, Bu. Apalagi pahanya!”

Tak hanya itu, banyak lagi terjadi penyelewengan tata bahasa di kampungku ini. Kebanyakan orang di sini juga mengatakan motor bukanlah motor, tetapi kereta. Dan parahnya lagi, ada yang menyebutnya Honda. Nah loh, jadi kalau mereknya Suzuki, apakah mereka juga akan menyebutnya Honda? Yap! Seperti ini dialognya:

“Bro, pinjem Honda mu sih?”
“Mau kemana pake  Honda segala?”
“Kewarung depan?!”

Yang perlu kalian tahu, merek motor di atas adalah Suzuki Smash.

Dan lagi, orang-orang di sini selalu menyebut air mineral kemasan dengan sebutan Akua. Padahal dewasa ini banyak merek air mineral yang beredar di pasaran. Entah kenapa, mereka selalu begini:

“Bray, temenin kewarung yuk? Beli Aqua!"
“Oke, tapi beliin aku Aqua juga yah, haus nih!"

Yang perlu kalian tahu, setelah mereka membeli air mineral, mereknya bukanlah Akua. Entahlah, namanya lebih lucu dari nama kucing Wak Ihsan.

-

Huh! Kalau bicara penyelewengan tata bahasa, nggak ada habisnya di kampungku ini. Aku sebagai calon sastrawan merasa miris mendengarnya. Kapanlah mereka sadar? benar kata tetua dulu, penyesalan pasti datangnya belakangan. Ya kalau yang datangnya duluan mah itu namanya pendaftaran. Hehehe. Garing. Ku harap di kampung dan daerah lain menggunakan bahasa yang baik dan benar.

Hanya melewati beberapa rumah lagi aku sampai dirumah, namun saat aku melewati rumah pak tohir aku melihat keramaian disana. Ramai sekali seperti sedang ada hajatan nikahan. Tapi ku rasa bukan. Siapa yang nikahan. Pak tohir memang duda yang memiliki dua anak perempuan. Tapi tak mungkin Pak Tohir menikah lagi secepat itu karna baru 4 hari yang lalu beliau ditinggal pergi oleh istri barunya. Anak pertamanya sudah menikah dan telah memiliki satu anak yang baru berumur 2 tahunan. Sedangkan anak kedua Pak Tohir masih sangat muda, dia baru menginjak kelas 2 SMA. Rasanya tidak mungkin jika anak keduanya dinikahkan semuda itu. Lalu ada apakah gerangan?? 

Aku melihat ada Ibu ku disana, langsung ku hampiri dan aku tanyakan ada apa sebenarnya.

“Ibu, ada apa ini? Kok ramai sekali?"
“Tadi saat magrib anak Pak Tohir kecelekaan dijalan depan sekolahnya. Dia ditabrak motor, kakinya patah dan langsung meninggal ditempat."

Seketika muka ku langsung pucat. Karna tak percaya, masuklah aku kedalam rumah Pak Tohir dan aku melihat seorang wanita yang berbaring dengan muka pucat dan darah yang bercucuran.

Aku langsung terdiam. Tidak salah lagi itu JUMI...............................

END


--

Jangan dipercaya ya cerita diatas, itu hanya imajinasi ku saja. Aku pun tak mengerti maksud dari cerita itu. Mungkin cerita ini memang tak perlu dibaca. pfft



2 komentar: